HARMONI SEMESTA ALAM & ORANG BERAKAL (Tamat)
Dalam surat Ali Imran ayat 190-191 al-Qur’an memberikan
petunjuknya, bahwa bagi mereka yang berakal (ulul albab) yang pertama
kali mesti dilakukan adalah mereka harus terbiasa ber-dzikir pada Allah
–sebagaimana digambarkan al-Qur’an: mereka berdzikir sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring, dimana ini menunjukkan dzikir yang
senantiasa berlanjut dan berkesinambungan tanpa henti– sebelum mencoba untuk ber-fikir,
yakni berpikir secara kritis.
Wa yatafakkaruuna fi khalqi
as-samaawaati wa al-ardha,
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. Terlihat jelas dari
susunan ayat tersebut bahwa kata fikir disimpan setelah dzikir.
Setelah ber-dzikir barulah sekarang mereka ber-fikir. Dan mereka
ini memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, bukan hanya dari satu sudut
pandang saja, tetapi juga dilihat dari berbagai sudut penelaahan serta
implikasi-implikasinya.
Jika anda menggunakan cara ini, anda akan berkesimpulan
dan berikrar; Rabbanaa maa khalaqta haadzaa bathilan, Ya Tuhan kami tidak
ada yang salah dan sia-sia di alam semesta ini, tidak ada ketidaksesuaian di
dalamnya, tidak ada inkonsistensi. Yang ada adalah keharmonisan yang menyeluruh
di dalam alam semesta ini, bukan sesuatu yang bersifat hampa, salah, ilusi,
tapi harmoni yang memiliki realitasnya sendiri yang dianugerahkan oleh Allah
SWT.
Subhaanaka, Maha Suci Engkau yang telah menganugerahkan kita
semuanya dengan begitu banyak keharmonisan yang terdapat di alam semesta. Fa
qinaa ‘adzaaba an-naar, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Dari sini
kita semakin yakin bahwa al-Qur’an adalah bentuk harmoni yang paling indah
seperti halnya harmoni keteraturan segala yang Allah SWT ciptakan, harmoni kebenaran
yang tanpa ada pertentangan sedikitpun di dalamnya, harmoni kebenaran yang
mampu menjelaskan segala sesuatu.
Memang al-Qur’an tetap dapat memberikan barakahnya kepada
kita ketika membacanya walaupun tidak paham apa yang dibaca, karena setiap huruf
yang dilantunkan mengandung keberkahan, pahala bagi si pembaca. Tetapi jika
dengan cara ini kita tetap saja tidak mampu berpikir dengan benar, maka
diperlukan tahapan selanjutnya yang harus segera dilakukan.
Bagi mereka yang tidak memperhatikan makna dan implikasi
keharmonisan tersebut di alam semesta yang akan berpengaruh kepada manusia
dimana kita sekarang mencari keharmonisan itu dalam segala hal yang kita
hadapi, Nabi SAW bersabda bahwa akan datang zaman ketika sesuatu akan tampak
tidak sesuai dengan yang aslinya, yaitu zamannya Ya’juj-Ma’juj (yang telah
dilepas sejak zaman Nabi Muhammad SAW) dan Dajjal al-Masih Palsu, yang datang
membawa figur api dan sungai. Namun apinya adalah sebenarnya sungai, dan
sungainya adalah sebenarnya api. Dan jika kita tidak memiliki kapasitas untuk
berpikir kritis maka kita akan tertipu, sebagaimana hari ini sudah begitu
banyak yang tertipu, dan akhirnya kita akan tersesat.
Jadi agar dapat berpikir kritis, kita harus dapat
menembus melampaui bentuk tampilan luar dari sesuatu pada bentuk internalnya
untuk dapat melihat sesuatu apa adanya, hakikatnya. Dan jika anda melihat
sesuatu yang tidak konsisten, sesuatu yang bertentangan dengan keharmonisan
alam semesta yang diciptakan dengan al-haq (kebenaran), anda akan tahu
bahwa anda sedang melihat sesuatu yang salah/dusta. Anda tahu bahwa hal itu ada
hanyalah sebagai jebakan bagi anda.
Jika anda ingin mengejar ilmu, mencari kebenaran, dimana
anda harus mulai? Anda harus mulai dari al-Qur’an. Jika anda bukan seorang
muslim maka anda harus bisa menentukan apakah benar al-Qur’an itu adalah wahyu
dari Allah. Jika anda muslim dan menerima al-Qur’an berasal dari Allah, dimana
Nabi Muhammad diutus untuk mengajarkan al-Qur’an, sebuah ajaran yang telah
datang dari Tuhan yang satu, maka dengan cara inilah anda bisa mulai untuk
mencari ilmu sekaligus kebenaran. Dan ini adalah cara bagaimana sebuah
pendidikan Islam mesti dibangun.
Anak-anak kita seharusnya memulai pendidikannya dengan
al-Qur’an, menjadi pondasi ilmu dan pendidikan sepanjang hidup mereka, sampai akhirnya
peradaban barat modern datang dan memutarbalikkannya dengan memberikan kita
pendidikan sekuler, menganggap ilmu pengetahuan adalah netral bebas nilai. Dan
menjadikan anak-anak kita menjadi seperti binatang ternak (sesat) tanpa kapasitas
untuk berpikir secara kritis, bahkan lebih sesat dari binatang ternak, yang
artinya anak-anak kita dan tentunya kita sebagai orangtuanya terancam dengan
ayat ini:
Dan bacakanlah kepada mereka
berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian dia
melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai
dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami
menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu,
tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah,
maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya
dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya juga. Demikian itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah
(kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah
mereka berbuat zalim. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah
yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah
orang-orang yang merugi. Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka
Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. al-A’raf : 175-179)
Source: tanwirnews
No comments