GERHANA BULAN TOTAL (GBT) 31 JANUARI 2018 (SUPER BLUE BLOOD MOON)
Istimewa.
Ya, Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018 merupakan Gerhana yang istimewa.
Mengapa? Karena 3 alasan.
Pertama, Sebab Gerhana Bulan
Total (GBT) 31 Januari 2018 ini bertepatan dengan Bluemoon. Bluemoon
berarti Bulan Biru. Namun bukan berarti bulan akan berwarna Biru.
Istilah Bluemoon diberikan bagi purnama yang terjadi dua kali dalam
sebulan. Purnama di Bulan Januari 2018 terjadi dua kali: 2 dan 31 Januari 2018.
Dalam sejarah tercatat, Gerhana Bulan
Total yang bertepatan saat Bluemoon terjadi 152 tahun yang lalu, tepat
nya 31 Maret 1866 M.
Gerhana Bulan Total (GBT) saat Bluemoon
kembali akan terjadi 10 tahun mendatang yang bertepatan dengan pergantian tahun
Masehi yakni 31 Desember 2028. GBT akan berlangsung dari 31 Desember 2028 jam
22:07 WIB sampai dengan 1 Januari 2029 jam 01:36 WIB. Puncak Gerhana terjadi 31
Januari 2028 jam 23:52 WIB, 8 menit menjelang momen pergantian Tahun 2028 ke
2029 M. Karena GBT 31 Januari 2018 bertepatan dengan Bluemoon, maka disebut
dengan “Bluemoon Eclipse”.
Kedua, saat GBT berlangsung
nanti, bulan akan tampak seperti berwarna merah darah atau Blood Moon.
Hal ini disebabkan dari hamburan cahaya matahari yang menembus atmosfer bumi
yang kemudian mengenai permukaan Bulan. Karena panjang gelombang warna merah
merupakan panjang gelombang terpanjang yang dihamburkan cahaya matahari, maka
panjang gelombang warna merahlah yang
berhasil menembus Atmosfir Bumi dan mengenai permukaan Bulan. Inilah
yang menyebabkan permukaan Bulan ketika GBT berwarna merah.
Ketiga, GBT 31 Januari
inipun bertepatan dengan Supermoon. Yakni gerhana betepatan dengan jarak
terdekat bulan-bumi atau Perigee. Saat puncak GBT, Bulan-Bumi hanya
berjarak 356.949,156 KM. Jarak rata-rata Bulan-Bumi 384.400 KM.
Dengan demikian tidak salah bila NASA
menyebut GBT istimewa ini dengan istilah “Super Blue Blood Moon”.
Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018
dapat diamati di daerah Asia, Australia, Pasifik, dan Amerika Utara bagian
Barat.
Phase GBT 31 Januari 2018 (Waktu dalam
WIB):
Awal Penumbra (P1) = 17:51:06
Awal Umbra (U1) = 18:48:23
Awal Total (U2) = 19:51:45
Tengah Gerhana (Max) = 20:29:49
Akhir Total (U3) = 21:07:53
Akhir Umbra (U4) = 22:11:15
Akhir
Penumbra (P4) = 23:08:32
Catatan:
Hitungan
berdasarkan Kitab Nizhamul Qamarain, Karya Abu Sabda.
Visual phase-phase GBT 31 Jan 2018
|
Anjuran
Saat Gerhana bagi Umat Islam
Aisyah
berkata, bahwa Nabi Saw bersabda:
إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ
مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا
رَأَيْتُمْ ذَلِكَ، فَادْعُوا اللَّهَ، وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا (رواه
البخاري)
Sesungguhnya
matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah.
Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang.
Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah,
kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)
TATACARA
SHALAT GERHANA
Pada dasarnya pelaksanaan ibadah shalat sama saja,
baik shalat wajib maupun sunat, kecuali apabila ada kekhususan bagi shalat
tersebut secara mandiri.
Begitu pula shalat gerhana baik shalat kusuf
(gerhana matahari) atau khusuf (gerhana bulan). Selama tidak ada keterangan
yang menerangkan sebagai pengkhususan bagi shalat tersebut, maka dalam
pelaksanaannya kembali kepada dalil (pelaksanaan shalat) yang umum.
Setelah diteliti berbagai keterangan tentang
ketentuan-ketentuan shalat gerhana, pada dasarnya sama dengan shalat yang
lainnya. Namun ternyata terdapat beberapa cara yang tidak terdapat dalam shalat
yang lain, dan ini sebagai pengkhususan baginya. Diantaranya sbb :
1. Jumlahnya 2 rakaat, dengan 4 kali ruku.
Berdasarkan beberapa riwayat, shalat gerhana yang
dicontohkan oleh Nabi saw sebanyak dua rakaat. Namun dalam hal bilangan ruku,
terdapat beberapa riwayat yang berbeda. Apabila peristiwa gerhana itu terjadi
beberapa kali, dan hadis yang berbeda-beda itu semuanya shahih, tentu semua
boleh diamalkan. Karena satu sama lain tidak bertentangan, dalam artian boleh
memilih litakhyir. Tetapi, karena Rasulullah saw pernah melakukannya
hanya satu kali –sebagaimana disebutkan di atas-, maka harus diambil salah
satunya, yaitu yang paling rajih (kuat). Berikut hadits-haditsnya:
1 kali ruku dalam 1 raka’at
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ
أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّاهَا رَكْعَتَيْنِ, كُلُّ رَكْعَةٍ
بِرُكُوْعٍ. أخرجه أحمد وأبو داود والنسائي والحاكم
Dari An-Nu’man Bin Basyir,
“Sesungguhnya Nabi saw shalat gerhana sebanyak dua rakaat ; setiap dua rakaat satu
kali ruku.” (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai, dan Al-Hakim, Nailul Authar
IV:20).
2 kali ruku dalam 1 raka’at
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا
قَالَتْ أَنَّ الشَّمْسَ خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ الله صَلَّى الله
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ مُنَادِيًا: الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ فَتَقَدَّمَ
فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِيْ رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ. رواه البخاري
Dari Siti Aisyah (Semoga Allah meridlai
kepadanya), ia berkata, “Telah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah
saw. Beliau mengutus seorang munadi (penyeru) mengumandangkan : As-Shalatu
Jami’ah. Kemudian beliau shalat empat kali ruku pada dua
rakaat dan empat kali sujud.” (HR. Al-Bukhari II;38).
3 kali ruku dalam 1 raka’at
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ
قَالَ كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَصَلَّى سِتَّ رَكَعَاتٍ بِأَرْبَعِ سَجْدَاتٍ. رواه أحمد ومسلم وأبو
داود
Dari Jabir (Semoga Allah meridlai
kepadanya), ia berkata, “Telah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah
saw. Lalu beliau shalat enam kali ruku dan empat kali sujud.” (HR.
Ahmad, Muslim, dan Abu Daud, Nailul Authar IV:18).
4 kali ruku dalam 1 raka’at
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الله
عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِيْ كُسُوْفٍ
قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ ثُمَّ
قَرَأَ ثُمَّ رَكَعَ وَاْلأُخْرَى مِثْلَهَا. وَفِيْ لَفْظٍ صَلَّى ثَمَانِيَ
رَكَعَاتٍ فِيْ أَرْبَعِ سَجْدَاتٍ. اخرجه أحمد ومسلم والنسائي وأبو داود
Dari Ibnu Abbas (Semoga Allah meridlai
kepada keduanya), “Sesungguhnya Nabi saw shalat gerhana. Beliau membaca
(bacaan) lalu ruku, kemudian membaca (bacaan), lalu ruku,
kemudian membaca (bacaan), lalu ruku, kemudian membaca (bacaan), lalu ruku,
kemudian membaca (bacaan). Dan rakaat kedua juga seperti itu.” Dan dalan satu
lafadz : “Beliau shalat delapan kali ruku dan empat kali sujud.” (HR.
Ahmad, Muslim, An-Nasai, dan Abu Daud, Nailul Authar IV:19)
5 kali ruku dalam 1 raka’at
وَعَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رَضِيَ
الله عَنْهُ قَالَ كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ الله صَلَّى الله
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى بِهِمْ فَقَرَأَ بِسُوْرَةٍ مِنَ الطُّوْلِ وَرَكَعَ
خَمْسَ رَكَعَاتٍ وَسَجْدَتَيْنِ ثُمَّ قَامَ إِلَى الثَّانِيَةِ فَقَرَأَ
بِسُوْرَةٍ مِنَ الطُّوْلِ وَرَكَعَ خمَْسَ رَكَعَاتٍ وَسَجْدَتَيْنِ ... رواه أبو
داود وعبد الله بن أحمد في المسند
Dari Ubay bin Ka’ab (Semoga Allah
meridlai kepadanya), ia berkata, “Telah terjadi gerhana matahari di zaman
Rasulullah. Lalu beliau shalat mengimami mereka (para sahabat). Beliau membaca
surat yang panjang. Beliau ruku sebanyak lima kali ruku dan dua sujud.
Kemudian beliau berdiri ke rakaat kedua lalu membaca surat yang panjang dan ruku
sebanyak lima kali dan dua kali sujud.” (HR. Abu Daud dan Abdullah bin
Ahmad dalam Al Musnad, Nailul Authar IV:20).
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa ada
beberapa cara ruku dalam shalat gerhana yang pernah dilaksanakan oleh Nabi saw.
a. Setiap
rakaat 1 kali ruku ; jadi jumlahnya 2 kali ruku sebagaimana shalat biasa.
b. Setiap
rakaat 2 kali ruku ; jadi jumlahnya 4 kali ruku.
c.
Setiap
rakaat 3 kali ruku ; jadi jumlahnya 6 kali ruku.
d. Setiap
rakaat 4 kali ruku ; jadi jumlahnya 8 kali ruku.
e. Setiap
rakaat 5 kali ruku ; jadi jumlahnya 10 kali ruku.
Namun setelah mengkaji semua riwayat yang berkaitan
dengan masalah tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kejadian shalat
gerhana pada zaman Nabi hanya satu kali. Yakni saat Gerhana matahari yang
bertepatan dengan kematian putranya, Ibrahim.
Dengan demikian, tentu saja hanya satu kaifiyyah/
cara shalat gerhana yang dicontohkan oleh Nabi saw. Dan yang paling kuat,
adalah hadis yang menyatakan bahwa jumlahnya 4 kali ruku (setiap rakaat 2 kali
ruku). Karena selain diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, juga jumlah
sahabat yang meriwayatkannya pun lebih banyak.
2. Dilaksanakan secara berjamaah.
Berdasarkan hadis :
عَنْ مَحْمُوْدِ بْنِ لَبِيْدٍ رَضِيَ
الله عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ
الشَّمْسَ وَاْلقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ وَأَنَّهُمَا لَا يَنْكَسِفَانِ
لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوْهَا كَذَلِكَ فَافْزَعُوْا
إِلَى الْمَسَاجِدِ. رواه أحمد
Dari Mahmud Bin Labid (Semoga Allah meridlai
kepadanya), dari Nabi saw, beliau bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara
tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak akan terjadi gerhana karena mati atau
hidupnya seseorang. Apabila kamu melihat kejadian itu, segeralah ke mesjid.”
(HR. Ahmad, Nailul Authar IV:23).
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله
تَعَالىَ عَنْهَا قَالَتْ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِيْ حَيَاةِ رَسُوْلِ الله صَلَّى
الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَامَ فَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسُ. وراءه ...متفق عليه
Dari Siti Aisyah (Semoga Allah meridlai
kepadanya), ia berkata, “Telah terjadi gerhana matahari pada masa hidup
Rasulullah saw, beliau lalu pergi ke mesjid, kemudian berdiri, lalu takbir. Dan
orang-orang ber-shaf di belakang beliau …” (HR. Mutafaq Alaih, Nailul Authar
IV:13).
3. Tidak ada adzan
dan iqamat, tapi dengan seruan as-shalatu jami’ah.
Berdasarkan dalil :
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا
قَالَتْ خَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَبَعَثَ مُنَادِيًا. الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ فَقَامَ فَصَلَّى أَرْبَعَ
رَكَعَاتٍ فِيْ رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجْدَاتٍ.
Dari Siti Aisyah (Semoga Allah meridlai
kepadanya), ia berkata, “Telah terjadi gerhana pada zaman Rasulullah saw.
Beliau lalu mengutus seorang penyeru mengumandangkan : As-Shalatu Jami’ah.
Beliau lalu berdiri dan shalat empat kali ruku dan empat kali sujud dalam dua
rakaat.” (HR. Mutafaq Alaih, Nailul Authar IV:13).
4. Jumlah (qiraah) al-fatihah dan suratnya 4 kali,
sebagaimana jumlah qiyamnya.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا قَالَتْ كَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَصَلَّى بِالنَّاسِ فَأَطَالَ الْقِرَاءَةَ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ
ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَأَطَالَ الْقِرَاءَةَ وَهِيَ دُونَ قِرَاءَتِهِ الْأُولَى
ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ دُونَ رُكُوعِهِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَفَعَ
رَأْسَهُ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ قَامَ فَصَنَعَ فِي الرَّكْعَةِ
الثَّانِيَةِ مِثْلَ ذَلِكَ ... البخاري
Dari Siti Aisyah (Semoga Allah meridlai
kepadanya) berkata, “Telah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah saw.
Lalu Nabi saw berdiri shalat mengimami orang-orang (para sahabat), beliau
membaca surat yang panjang, lalu ruku (dengan) lama, kemudian bangkit dari
ruku, lalu beliau membaca surat yang panjang, namun dibawah panjangnya yang
pertama, kemudian beliau ruku dengan lama, namun di bawah lamanya yang pertama,
kemudian bangkit dari ruku, baru setelah itu beliau sujud dua kali. Kemudian
berdiri lagi, lalu beliau melakukan pada rakaat yang kedua (ini) sama seperti
itu juga ….” (HR. Al-Bukhari, Shahih Al Bukhari II:36 no. 1058).
Hadis di atas tidak menerangkan apa yang dibaca
oleh Nabi saw ketika berdiri pertama dan kedua setelah ruku pada rakaat yang
pertama, serta berdiri ketiga dan keempat setelah ruku pada rakaat yang kedua.
Untuk mengetahui apa yang dibaca oleh beliau ketika berdiri, kita kembalikan
pada contoh shalat-shalat beliau, yaitu sebagai berikut :
1.
Setiap
qiyam/ berdiri, Rasulullah saw selalu membaca Al-Fatihah, baik pada shalat
wajib maupun sunat.
2.
Setelah
membaca Al-Fatihah, disunatkan membaca surat, kecuali pada rakaat ketiga dan
keempat dalam shalat wajib.
Jadi, menurut contoh rasul, setiap berdiri dalam
shalat. Ada bacaan Al-Fatihah. Dengan demikian, tidak menyebut Al-Fatihah pada
hadis di atas, tidak berarti tidak membaca Al-Fatihah.
5.
Bacaan
shalat gerhana dijaharkan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَهَرَ فِيْ صَلَاةِ الْخُسُوْفِ
بِقِرَاءَتِهِ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِيْ رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ
سَجْدَاتٍ. أخرجاه
Dari Siti Aisyah (Semoga Allah meridlai kepadanya),
“Bahwa Nabi saw mengeraskan bacaannya dalam shalat gerhana. Beliau shalat dua
rakaat dengan empat kali ruku dan empat kali sujud. (HR. Al-Bukhari Dan Muslim,
Nailul Authar IV:21)
وَفِيْ لَفْظٍ قَالَ خَسَفَتِ
الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَى
الْمُصَلَّى فَكَبَّرَ فَكَبَّرَ النَّاسُ ثُمَّ قَرَأَ فَجَهَرَ بِاْلقِرَاءَةِ
وَأَطَالَ اْلقِيَامَ.
Dan dalam lafadz yang lain, Aisyah berkata, “ Telah
terjadi gerhana pada zaman Rasulullah saw. Beliau kemudian mendatangi tempat
shalat, lalu bertakbir ; dan orang-orang bertakbir. Kemudian (dalam shalat)
beliau membaca, dan mengeraskan bacaan itu dan lama berdiri.” (HR. Ahmad,
Nailul Authar IV:21).
وَعَنْ سَمُرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ
قَالَ صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ كُسُوْفٍ
رَكْعَتَيْنِ لَا نَسْمَعُ لَهُ فِيْهَا صَوْتًا. رواه الخمسة
Dari Samurah (Semoga Allah meridlai
kepadanya), ia berkata, “Rasulullah saw shalat mengimami kami pada waktu gerhana
sebanyak dua rakaat. Kami tidak mendengar suara beliau pada shalat itu.” (HR.
Al-Khamsah, Nailul Authar IV:21).
Hadis yang ketiga ini dhaif, karena pada snadnya
terdapat seorang rawi yang bernama Tsa’labah Bin Ibad. Ibnu Hazam dan Ibnul
Qatan berkata, “Dia Majhul (tidak dikenal).” (Tahdzibul Kamal IV:395-396).
Hadis yang semakna diriwayatkan pula oleh
As-Syafi’i, Abu Ya’la, dan Al-Baihaqi, dari sahabat Ibnu Abas. Pada sanadnya
terdapat rawi yang bernama Ibnu Lahi’ah, yang menurut Ibnu Main, hadisnya tidak
bisa dijadikan hujjah (pegangan).(Tahdzibul Kamal XV:499).
Kesimpulan, bacaan shalat gerhana dijaharkan,
karena hadis-hadis yang menerangkan sir (tidak jahar) semuanya tidak lepas dari
kedhaifan.
6. Ada khutbah setelah shalat (1 kali).
عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ انْخَسَفَتْ
الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا نَحْوًا مِنْ قِرَاءَةِ
سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ
قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا
طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ قَامَ قِيَامًا
طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا
وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا
وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ
الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدِ اْنجَلَتْ الشَّمْسُ
فَخَطَبَ النَّاسَ.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Telah
terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah saw, lalu beliau shalat (kusuf),
yaitu beliau berdiri dengan sangat lama, sekitar (lamanya) membaca surat
al-baqarah, kemudian beliau ruku dengan panjang, kemudian beliau bangkit,
kemudian berdiri lagi dengan panjang, tetapi tidak sepanjang berdirinya yang
pertama, kemudian beliau ruku dengan panjang, tetapi tidak sepanjang rukunya
yang pertama, kemudian beliau bangkit, kemudian sujud, kemudian beliau berdiri
lagi dengan panjang, tetapi tidak sepanjang berdirinya yang pertama, kemudian
ia bangkit, lalu berdiri dengan panjang, tetapi tidak sepanjang yang pertama,
kemudian ia ruku dengan panjang, tetapi tidak sepanjang ruku yang pertama,
kemudian sujud, kemudian salam, dan matahari-pun menjadi terang, lalu ia
berkhutbah di hadapan orang-orang. (Mutafaq alaih, dan lafadz kepunyaan
imam al-bukhari)
Dan lihat pula shahih al-bukhari II:32, bab
khutbatil imam fil kusuf (bab khutbah imam dalam shalat kusuf).
KESIMPULAN
Shalat gerhana berbeda dengan shalat yang lainnya.
Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut :
1) Dua
rakaat dengan 4 kali membaca al fatihah dan surat (sesudah al fatihah).
2) Dalam
dua rakaat, jumlah rukunya 4 kali (tiap satu rakaat 2 ruku).
3) Dilaksanakan
secara berjamaah dengan tidak ada adzan dan iqamat, tapi dengan seruan as-shalatu
jami’ah.
4) Setelah
shalat disyariatkan khutbah (satu kali, seperti khutbah ied).
Catatan:
Saat Bangkit dari Ruku’ mengucapkan
Sami’allahu liman hamidah bukan takbir. Berdasarkan riwayat:
أَنَّ النَّبِيَّ جَهَرَ فِي صَلاَةِ
الْخُسُوْفِ بِقِرَاءَتِهِ فَإِذَا فَرَغَ مِنْ قِرَاءَتِهِ كَبَّرَ فَرَكَعَ
وَإِذَا رَفَعَ مِنَ الرَّكْعَةِ قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا
وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ يُعَاوِدُ الْقِرَاءَةَ
“Sesungguhnya
Nabi saw. mengeraskan bacaan pada salat gerhana. Apabila selesai dari
membacanya, beliau takbir kemudian ruku. Dan bila bangkit dari ruku beliau
mengucapkan sami’allahu liman hamidah rabbanaa lakal hamdu. Kemudian beliau
mengulangi bacaan itu.” HR. Al-Bukhari.
Sumber:
Al-Quran
Hadits
Kitab Nizhamul Qamarain
https://www.nasa.gov/feature/super-blue-blood-moon-coming-jan-31
http://kafeastronomi.com/gerhana-bulan-total-31-januari-2018.html
No comments