RAMADAN 1440 H DAN POSISI PERSIS
Gambar 1: Peta Visibilitas Hilal Awal Ramadan 1440 dengan Kriteria Astronomis Persis |
Ramadan
merupakan bulan ke-9 pada tarikh Hijriah. Semua sepakat bahwa awal bulan
Hijriah di tandai dengan kemunculan hilal.
Pada masa awal, Rasulullah Saw.
dan para sahabat mengandalkan rukyat (observasi) untuk mengetahui kemunculan hilal ini. Bahkan pada masa
awal, rukyat bukan saja diandalkan untuk mengetahui kemunculan hilal, tetapi
rukyat pun digunakan untuk mengetahui waktu salat yang lima, waktu salat
gerhana dan arah kiblat.
Saat itu waktu salat ditetapkan
dengan melihat (rukyat) Matahari dan bayang-bayang yang dibentuknya. Waktu
Subuh ditetapkan bila fajar ṣādiq sudah
terlihat, Zuhur ditetapkan bila Matahari sudah tergelincir dari Timur ke Barat
yang diketahui dengan bergesernya bayangan dari Barat ke Timur. Waktu Asar
ditetapkan bila secara pengamatan bayangan benda sudah dua kali panjang
bendanya. Waktu Magrib ditetapkan bila Matahari sudah terlihat terbenam. Waktu
Isya ditetapkan bila syafaqul aḥmār (cahaya senja) sudah tidak
terlihat lagi dan salat gerhana dilaksanakan bila gerhana terlihat. Jadi semua
waktu-waktu itu ditetapkan berdasarkan rukyat (observasi).
Begitupun untuk menentukan
arah, mereka menggunakan rukyat sebagai sarana untuk menemukan arah ke kiblat.
Terutama saat Rasulullah Saw. telah wafat dan umat Islam sudah tersebar ke
berbagai penjuru dunia. Bintang quṭb/polaris (bintang
Utara), bintang Canopus,
titik terbitnya Matahari pada saat musim panas (summer soltice), titik terbenamnya tiga
bintang di lengan bajak rasi bintang Biduk/Ursa Mayor (bahasa Arab: ad-Dubb)
dan titik terbenamnya Bulan sabit muda (hilāl) di saat/sekitar summer
solstice, titik terbenamnya Matahari saat titik balik musim dingin (winter
solstice), titik terbenamnya hilal di saat/sekitar winter solstice
dan titik terbenamnya Bulan paling Selatan,
menjadi acuan para sahabat untuk menentukan arah kiblat.
Metode rukyat ini sangat sederhana dan sangat cocok dengan keadaan umat
Islam pada masa itu yang sebagian besar tidak bisa baca tulis dan hisab (ummī). Setelah umat Islam sudah bisa baca tulis juga hisab dan terutama setelah
umat Islam bersentuhan dengan peradaban-peradaban lain yang sudah terlebih
dahulu maju (seperti peradaban India, Yunani, Mesir dan lainnya), serta karena
rukyat memiliki berbagai kendala, seperti mendung dan hujan, umat Islam
kemudian menggunakan cara hisab untuk menentukan waktu-waktu ibadah dan juga
arah.
Sepanjang yang bisa di telusuri dari tulisan-tulisan yang dapat ditemukan, hisab sudah digunakan umat
Islam sejak abad ke-8 M saat seorang pengembara India mempersembahkan sebuah buku data
astronomis berjudul "Sindhind" atau "Sidhanta" kepada
khalifah Abū Ja‛far al-Manṣūr (719-775 M) khalifah ke-2 Dinasti Abbasiyyah[1],
kemudian beliau menyuruh Muḥamad bin Ibrāhīm al-Fazārī (w.796 M) untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab. Berdasarkan tulisan
David A. King, awal abad ke-9 tercatat Abū Ja‛far Muḥammad bin Mūsā al-Khawārizmī (780-847 M), seorang ilmuan muslim telah menyusun jadwal waktu salat,
menghitung visibilitas hilal/imkan rukyat juga menghitung arah kiblat dengan
kaidah-kaidah ilmu ukur trigonometri[2].
Waktu-waktu salat tidak lagi ditentukan dengan melihat langsung
(rukyat) Matahari dan bayangannya. Waktu salat kini mengacu pada jadwal-jadwal
waktu salat yang dihasilkan dari hisab (perhitungan). Mendung dan hujan tidak
lagi menjadi kendala untuk menetapkan waktu salat.
Begitupun awal bulan Kamariah, tidak lagi mengandalkan rukyat. Berbagai
perhitungan dihadirkan, mulai dari perhitungan terbenam Matahari, tinggi hilal
sampai kepada visibilitas hilal. Mendung dan hujan tidak lagi menjadi kendala
untuk menetapkan awal bulan Kamariah.
Namun, walalau demikian pada saat
ini, beberapa kalangan tetap mempertahankan metode rukyat dalam penentuan awal
bulan hijriah, sebab berkeyakinan rukyat merupakan ta'abudi. Sementara yang
lain beralih ke hisab, sebab berkeyakinan rukyat yang dilakukan di masa awal
hanyalah sebagai tradisi bukan ta'abudi.
RAMADAN 1440 H
Bagi kalangan yang berpaham
rukyat, awal Ramadan 1440 H akan ditetapkan nanti pada maghrib Ahad, 29 Sya'ban
1440 H/5 Mei 2019 M. Bila pada maghrib itu hilal terlihat, maka awal bulan
Ramadan ditetapkan masuk mulai malam itu. Awal Ramadan jatuh bertepatan Senin,
6 Mei 2019. Bila hilal tidak terlihat maka bulan Sya'ban 1440 H akan digenapkan
30 hari, hingga awal Ramadan 1440 jatuh bertepatan Selasa, 7 Mei 2019 M.
Sementara bagi kalangan
yang berpaham hisab, awal Ramadan 1440 H, sudah bisa ditetapkan jauh-jauh hari.
Namun perlu diketahui ada beragam pendapat tentang kriteria
"kemunculan" hilal dalam penatapan awal bulan secara hisab. Pendapat
pertama, hilal dinyatakan sudah muncul dan awal bulan dinyatakan masuk,
bilal ijtimak terjadi sebelum gurub. Ini dikenal dengan istilah hisab ijtimak
qablal gurub. Pendapat kedua, hilal dinyatakan sudah muncul dan awal
bulan dinyatakan masuk bila ijtimak terjadi sebelum gurub, posisi hilal positif
di atas ufuk serta bulan terbenam sebelum matahari. Ini dikenal dengan hisab
wujudul hilal. Pendapat ketiga, hilal dinyatakan sudah muncul dan awal
bulan dinyatakan masuk bila ijtimak terjadi sebelum gurub, posisi hilal positif
di atas ufuk, bulan terbenam sebelum matahari serta cahaya sabit bulan muda
sudah bisa dilihat (visible). Ini dikenal dengan hisab imkan rukyat. Dalam Imkan Rukyat ada beragam pendapat kapan
cahaya sabit bulan muda dinyatakan sudah bisa dilihat (visibel/imkan rukyat). Pendapat
pertama, cahaya sabit bulan dinyatakan sudah bisa dilihat bila ketinggian
bulan 2°. Pendapat kedua, cahaya sabit bulan muda dinyatakan sudah bisa
dilihat bila tinggi bulan 2°, Elongasi 3° atau umur bulan dari ijtimak ke gurub
8 jam. Dikenal dengan imkan rukyat MABIMS. Pendapat ketiga, cahaya sabit bulan
dinyatakan sudah bisa dilihat bila beda tinggi bulan matahari 4°, Elongasi
6.4°. Dikenal dengan imkan rukyat LAPAN.
Data Hisab Awal Ramadan 1440 H
1.
Ijtimak
geosentris akhir Sya'ban 1440 H terjadi pada Ahad, 29 Sya'ban 1440 H/5 Mei 2019
jam 5:45:21 WIB.
2.
Tinggi
hilal di seluruh wilayah Indonesia antara 4.5° s.d 5.7°
3.
Beda
tinggi hilal-matahari di seluruh wilayah Indonesia antara 4.8° s/d 6.7°
4.
Elongasi
Bulan-Matahari di seluruh wilayah Indonesia antara 5.6° s.d 6.9°
Dengan melihat data ini,
baik hisab ijtimak qablal gurub, hisab wujudul hilal dan hisab imkan rukyat
akan memutuskan awal Ramadan 1440 H jatuh pada hari yang sama Senin, 6 Mei
2019.
Gambar 2: Hisab Awal Ramadan 1440 H Markaz Banda Aceh dengan Program Hisab Astronomis v. 2.1 |
POSISI PERSIS
Bila melihat sejarah, dalam
penetapan awal bulan Hijriah, Persatuan Islam (PERSIS) dari masa KH.
Abdurrahman sampai sekarang menggunakan metode hisab. Bahkan hal ini telah
dikukuhkan pada sidang Dewan Hisbah Persis, sidang kedua pasca Muktamar XII di
Pesantren Persis Ciganitri 24 Rabiul Awwal 1422 H/ 16 Juni 2001 M tentang: “Kedudukan
hisab dan ru’yat dalam penetapan awal bulan” dengan keputusan bahwa:
“Menetapkan awal bulan Hijriah dengan hisab, sah untuk melaksanakan ibadah”.
Apakah Rukyat masih di perlukan di Persis?
Setelah Persis memutuskan
menggunakan metode hisab dalam penetapan awal bulan Kamariah (bukan metode rukyat),
apakah rukyat masih diperlukan di Persis?
Jawabnya:
Masih. Sebab:
1.
Hisab itu berasal dari rukyat
(observasi/pengamatan) yang dilakukan jangka panjang (baratus tahun). Hingga
karena rukyat, hisab bisa menghitung pergerakan dan posisi sebuah benda langit
dengan akurat. Dengan demikian rukyat tetap diperlukan untuk mengetahui
dinamika pergerakan benda-benda langit itu sendiri.
2.
Untuk menguji tingkat
akurasi berbagai macam metode hisab.
3.
Kriteria hisab imkan
rukyat yang digunakan
Persis merupakan kriteria hisab yang dinamis, yang akan terus berkembang
sesuai dengan data pengamatan (rukyat/observasi).
4.
Rukyat diperlukan di Persis bila dipenghujung awal bulan Hijriah
secara hisab, hilal belum bisa dilihat (karena belum masuk kriteria).
Rukyat diperlukan untuk mengkonfirmasi apakah ada laporan rekor baru
keterlihatan hilal atau tidak.
Terkait Point 4 di Persis ditetapkan
syarat penerimaan laporan kesaksian melihat hilal sebagaimana tercantum dalam
Hasil Musyawarah Dewan Hisab dan Rukyat Nomor 003/PP-C.1/A.3/2011. Bahwa: “Hasil
rukyat tersebut dapat kita terima dengan syarat kesaksian lebih dari satu
tempat dan dibuktikan dengan citra visual hilal”. Hasil Sidang DHR ini
telah dikukuhkan menjadi Surat Keputusan Bersama dengan Dewan Hisbah pada
sidang hari Sabtu, 31 Agustus 2013, pukul 10:30 WIB di PP Persis, Bandung dan
selanjutnya ditetapkan menjadi keputusan PP Persis melaui Rapat Pimpinan
tasykil PP Persis pada hari Sabtu, 31 Agustus 2013, pukul 15:00 WIB di PP
Persis, Bandung.
Dengan demikian bagi Persis
atau jama'ah Persis pada awal Ramadan 1440 H ini tidak perlu menunggu rukyat
atau hasil sidang itsbat. Sebab:
- Persis menganut metode hisab bukan rukyat
- Secara hisab hilal sudah visible/imkan rukyat karena sudah masuk kriteria astronomis Persis
- Persatuan Islam sejak dahulu sangat mandiri dalam menentukan awal Ramadan dan ‘Idain berdasarkan dalil-dalil Alquran dan Sunah serta perkembangan ilmu hisab dan astronomi.
- Pimpinan Jam’iyyah adalah Ulil Amri untuk seluruh anggota Jam’iyyah dalam penetapan awal Ramadlan dan Iedain (hari raya Islam)”, bukan Pemerintah.
No comments